Thursday 2 January 2014

1 menit, 1 tahun



Tahun baru. Bagiku apa yang spesial? Tidak ada. Hanya kalender di handphoneku yang kembali menampilkan bulan Januari. Aku ingin tahu apa yang mereka rasakan diluar sana. Melihat gemerlap kembang api di langit hitam, menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, atau bahkan kekasih. Hahaha apa yang kau harapkan dari kata ‘kekasih’?
Rasanya baru kemarin saja aku mengucapkan selamat tahun baru. Baru kemarin saja kalender di handphoneku menunjukkan bulan Januari. Baru kemarin saja aku duduk di bangku kelas 3 SMA.
Tahun baru ini apa yang spesial? Mungkin karena malam ini aku berhasil melihat kembang api. Mungkin. Selebihnya? Tidak ada. Bahkan mungkin tahun ini aku tidak mendapat ucapan ‘Happy New Year’ sebanyak tahun lalu. Entahlah, tidak penting juga sebenarnya. Tapi tentu ada sesuatu yang kurang. Ketika aku mendapat banyak ucapan, aku tidak bisa melihat meriahnya kembang api di luar sana. Tapi sekarang? Ketika aku berhasil melihatnya, sejauh ini hanya ada satu orang. Hanya satu. Mungkin ini yang disebut dengan ‘adil’.
Tadi aku sempat membaca sebuah postingan di twitter. Sedikit frontal memang. ‘Aku ingin menciummu mulai dari pukul 23.59 hingga 00.01 agar aku bisa mengakhiri tahun 2013 dan memulai tahun 2014 dengan sempurna’. Tapi mungkin jika kau mendengar ucapan ini dari orang yang kau cintai mungkin pipimu akan bersemu merah. Hahaha apa sebenarnya maksud dari ‘orang yang kau cintai’?
Beberapa hari ini juga banyak orang yang mengatakan, ‘sampai jumpa tahun depan!’ sambil melambaikan tangan lalu berbalik dan melangkah menjauh dengan sudut bibir terangkat. Manis memang. Padahal mungkin yang mereka maksud tahun depan mungkin hanya 1 jam, 1 menit, atau bahkan 1 detik dari sekarang.
Kejadian yang paling aku ingat di tahun baru 2013 lalu. Ini mungkin konyol. Tapi, boleh kan jika aku menjadikannya sebagai salah satu momen indah di usiaku yang waktu itu masih 16 tahun?
Malam itu, entah ada berapa pesan yang masuk. Intinya, ‘Selamat tahun baru’. Tak sesingkat itu memang. Mereka menulis dengan panjang lebar, berikut dengan harapan dan doa mereka untuk 2013. Tapi satu pesan yang paling aku ingat. Pesan itu berbahasa Jepang. Aku suka Jepang memang. Aku tahu beberapa arti kata. Tapi jangan menyuruhku menerjemahkan sebuah kalimat. Karena bisa jadi aku mengubah kalimat aktif menjadi pasif yang artinya malah menjadi konyol.
Waktu itu aku masih memiliki aplikasi kamus bahasa Jepang di handphone. Aku menelusuri setiap kata dalam pesan itu. Menerjemahkannya satu persatu. Tapi tidak juga paham dengan maksudnya. Sungguh, kupikir pengirim pesan itu memintaku menerjemahkan isi pesan yang ia kirim. Tanpa pikir panjang aku mengirimkan pesan itu kepada dua temanku yang lain dan memintanya untuk menerjemahkan.
Satu, dua, tiga menit dan tidak ada yang terjadi. Kubalas pesan itu dengan permohonan maaf. Aku tidak berhasil menerjemahkannya. Dan apa yang aku dapat? Sebuah balasan yang berisi terjemahan dari pesan tadi. Dalam hati aku berkata, ‘oh… lalu?’
Kata-kata itu meluncur ke kedua ibu jariku dan segera mengirimkannya kembali. Dengan polos—atau mungkin bodoh—nya aku menunggu balasan. Ada sesuatu yang aneh dengan pesan itu. Layar handphoneku kembali menyala. ‘Itu untukmu,’ balasnya.
Sebuah pesan masuk lagi. Dari orang lain. Berisi terjemahan dari pesan berbahasa jepang tadi. ‘Yah, aku sudah tahu. Dan entahlah, ia bilang itu untukku,’ balasku pada pengirim pesan itu. Jujur, perasaanku sudah tidak karuan. Tidak enak. Bingung. Apapun itu. aku tidak tahu harus menyebutnya apa.
‘Astaga! Itu…seseorang baru saja mengungkapkan perasaannya kepadamu!’
Cukup jelas. Kalimat yang mempertegas hipotesisku. Kalimat yang juga merupakan kesimpulan dari rentetan pesan yang aku terima di malam tahun baru 2013. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Selama ini kami hanya berteman. Memang, kami memiliki hobi yang sama. Ralat. Untukku itu bukan hobi. Hanya sebuah ketertarikan. Aku suka Jepang. Anime, film, drama, lagu. Apapun itu. Tapi aku sama sekali bukan seseorang bertitel ‘otaku’. Aku hanya suka. Tanpa ada imbuhan ‘sangat- ataupun –sekali’. Sedangkan dia? Dia otaku. Memang ada yang jauh lebih ‘otaku’ daripada dia. Tapi menurutku dia sudah termasuk kategori ‘otaku’. Penggila anime. Dan mungkin dari sinilah awalnya. Kami memang sering bercerita, tapi itu tidak hanya berdua. Bertiga, berempat, bahkan bertujuh mungkin? Dan selama itu aku sama sekali tidak merasakan ada indikasi apapun.
Aku lupa apa yang aku katakan. Tapi yang jelas, ia mengirimiku sebuah link web. Aku tidak bisa membukanya malam itu. Slow connection. Ah tidak. Bukan tidak bisa. Aku berhasil membukanya, tapi berhubung adanya hambatan koneksi, aku tidak bisa membuka semua isi web itu. Yang jelas itu sebuah web berisi hal-hal seputar manga, anime, apapun itu.
Yang aku ingat, dan merupakan kesalahan terbesar bagiku adalah aku tidak mengucapkan terimakasih. Mungkin aku juga tidak mengucapkan maaf. Aku lupa. Otakku seperti enggan bekerja. Tapi aku tahu dia paham, karena selain aku tidak merasakan hal yang sama, yang paling utama adalah kami berbeda keyakinan. Itu yang terpenting.
Malam awal tahun 2013 ku akhiri dengan kepala pening. Tak ada bayangan apa saja yang harus aku lakukan ketika kami bertemu nanti. Masih ada sekitar empat bulan sebelum sekolah berakhir. Tapi untungnya semua berjalan lancar. Seakan tidak ada apa-apa. Kau boleh bilang aku jahat. Tapi itu karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dan bagaimana aku harus bersikap.
Itu satu tahun yang lalu. Kini? Mungkin malam awal tahun 2014 ini tidak spesial. Tapi siapa tahu dengan hari pertama di 2014? Minggu pertama, bulan Januari, Februari, dan seterusnya di tahun 2014. Tidak ada yang tahu. Karena 1 menit, akan sangat berarti dalam 1 tahun jika kau bisa benar-benar menghargainya.
Sungguh disini aku hanya seperti membual. Menuliskan kata-kata yang terdengar seperti kata-kata mutiara. Padahal aku sendiri belum bisa menerapkannya dalam kehidupanku. Tapi setidaknya, berharaplah itu bisa menjadi cermin bagi dirimu di masa mendatang J

No comments:

Post a Comment