Tahun baru. Bagiku apa yang spesial? Tidak ada. Hanya kalender di
handphoneku yang kembali menampilkan bulan Januari. Aku ingin tahu apa yang
mereka rasakan diluar sana. Melihat gemerlap kembang api di langit hitam,
menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, atau bahkan kekasih. Hahaha apa
yang kau harapkan dari kata ‘kekasih’?
Rasanya baru kemarin saja aku mengucapkan selamat tahun baru. Baru
kemarin saja kalender di handphoneku menunjukkan bulan Januari. Baru kemarin
saja aku duduk di bangku kelas 3 SMA.
Tahun baru ini apa yang spesial? Mungkin karena malam ini aku berhasil
melihat kembang api. Mungkin. Selebihnya? Tidak ada. Bahkan mungkin tahun ini
aku tidak mendapat ucapan ‘Happy New Year’ sebanyak tahun lalu. Entahlah, tidak
penting juga sebenarnya. Tapi tentu ada sesuatu yang kurang. Ketika aku
mendapat banyak ucapan, aku tidak bisa melihat meriahnya kembang api di luar
sana. Tapi sekarang? Ketika aku berhasil melihatnya, sejauh ini hanya ada satu
orang. Hanya satu. Mungkin ini yang disebut dengan ‘adil’.
Tadi aku sempat membaca sebuah postingan di twitter. Sedikit frontal
memang. ‘Aku ingin menciummu mulai dari pukul 23.59 hingga 00.01 agar aku bisa
mengakhiri tahun 2013 dan memulai tahun 2014 dengan sempurna’. Tapi mungkin
jika kau mendengar ucapan ini dari orang yang kau cintai mungkin pipimu akan
bersemu merah. Hahaha apa sebenarnya maksud dari ‘orang yang kau cintai’?
Beberapa hari ini juga banyak orang yang mengatakan, ‘sampai jumpa tahun
depan!’ sambil melambaikan tangan lalu berbalik dan melangkah menjauh dengan
sudut bibir terangkat. Manis memang. Padahal mungkin yang mereka maksud tahun
depan mungkin hanya 1 jam, 1 menit, atau bahkan 1 detik dari sekarang.
Kejadian yang paling aku ingat di tahun baru 2013 lalu. Ini mungkin konyol.
Tapi, boleh kan jika aku menjadikannya sebagai salah satu momen indah di usiaku
yang waktu itu masih 16 tahun?
Malam itu, entah ada berapa pesan yang masuk. Intinya, ‘Selamat tahun
baru’. Tak sesingkat itu memang. Mereka menulis dengan panjang lebar, berikut
dengan harapan dan doa mereka untuk 2013. Tapi satu pesan yang paling aku
ingat. Pesan itu berbahasa Jepang. Aku suka Jepang memang. Aku tahu beberapa
arti kata. Tapi jangan menyuruhku menerjemahkan sebuah kalimat. Karena bisa
jadi aku mengubah kalimat aktif menjadi pasif yang artinya malah menjadi
konyol.
Waktu itu aku masih memiliki aplikasi kamus bahasa Jepang di handphone.
Aku menelusuri setiap kata dalam pesan itu. Menerjemahkannya satu persatu. Tapi
tidak juga paham dengan maksudnya. Sungguh, kupikir pengirim pesan itu
memintaku menerjemahkan isi pesan yang ia kirim. Tanpa pikir panjang aku
mengirimkan pesan itu kepada dua temanku yang lain dan memintanya untuk
menerjemahkan.
Satu, dua, tiga menit dan tidak ada yang terjadi. Kubalas pesan itu
dengan permohonan maaf. Aku tidak berhasil menerjemahkannya. Dan apa yang aku
dapat? Sebuah balasan yang berisi terjemahan dari pesan tadi. Dalam hati aku berkata,
‘oh… lalu?’
Kata-kata itu meluncur ke kedua ibu jariku dan segera mengirimkannya
kembali. Dengan polos—atau mungkin bodoh—nya aku menunggu balasan. Ada sesuatu
yang aneh dengan pesan itu. Layar handphoneku kembali menyala. ‘Itu untukmu,’
balasnya.
Sebuah pesan masuk lagi. Dari orang lain. Berisi terjemahan dari pesan
berbahasa jepang tadi. ‘Yah, aku sudah tahu. Dan entahlah, ia bilang itu
untukku,’ balasku pada pengirim pesan itu. Jujur, perasaanku sudah tidak
karuan. Tidak enak. Bingung. Apapun itu. aku tidak tahu harus menyebutnya apa.
‘Astaga! Itu…seseorang baru saja mengungkapkan perasaannya kepadamu!’
Cukup jelas. Kalimat yang mempertegas hipotesisku. Kalimat yang juga
merupakan kesimpulan dari rentetan pesan yang aku terima di malam tahun baru
2013. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Selama ini kami hanya berteman. Memang,
kami memiliki hobi yang sama. Ralat. Untukku itu bukan hobi. Hanya sebuah
ketertarikan. Aku suka Jepang. Anime, film, drama, lagu. Apapun itu. Tapi aku
sama sekali bukan seseorang bertitel ‘otaku’. Aku hanya suka. Tanpa ada imbuhan
‘sangat- ataupun –sekali’. Sedangkan dia? Dia otaku. Memang ada yang jauh lebih
‘otaku’ daripada dia. Tapi menurutku dia sudah termasuk kategori ‘otaku’.
Penggila anime. Dan mungkin dari sinilah awalnya. Kami memang sering bercerita,
tapi itu tidak hanya berdua. Bertiga, berempat, bahkan bertujuh mungkin? Dan
selama itu aku sama sekali tidak merasakan ada indikasi apapun.
Aku lupa apa yang aku katakan. Tapi yang jelas, ia mengirimiku sebuah
link web. Aku tidak bisa membukanya malam itu. Slow connection. Ah
tidak. Bukan tidak bisa. Aku berhasil membukanya, tapi berhubung adanya
hambatan koneksi, aku tidak bisa membuka semua isi web itu. Yang jelas itu
sebuah web berisi hal-hal seputar manga, anime, apapun itu.
Yang aku ingat, dan merupakan kesalahan terbesar bagiku adalah aku tidak
mengucapkan terimakasih. Mungkin aku juga tidak mengucapkan maaf. Aku lupa.
Otakku seperti enggan bekerja. Tapi aku tahu dia paham, karena selain aku tidak
merasakan hal yang sama, yang paling utama adalah kami berbeda keyakinan. Itu
yang terpenting.
Malam awal tahun 2013 ku akhiri dengan kepala pening. Tak ada bayangan
apa saja yang harus aku lakukan ketika kami bertemu nanti. Masih ada sekitar
empat bulan sebelum sekolah berakhir. Tapi untungnya semua berjalan lancar. Seakan
tidak ada apa-apa. Kau boleh bilang aku jahat. Tapi itu karena aku tidak tahu
apa yang harus aku lakukan dan bagaimana aku harus bersikap.
Itu satu tahun yang lalu. Kini? Mungkin malam awal tahun 2014 ini tidak
spesial. Tapi siapa tahu dengan hari pertama di 2014? Minggu pertama, bulan
Januari, Februari, dan seterusnya di tahun 2014. Tidak ada yang tahu. Karena 1
menit, akan sangat berarti dalam 1 tahun jika kau bisa benar-benar
menghargainya.
Sungguh disini aku hanya seperti membual. Menuliskan kata-kata yang
terdengar seperti kata-kata mutiara. Padahal aku sendiri belum bisa
menerapkannya dalam kehidupanku. Tapi setidaknya, berharaplah itu bisa menjadi
cermin bagi dirimu di masa mendatang J
No comments:
Post a Comment