Monday 25 March 2013

Penghuni Baru Kelasku (part 01)



Rabu, 13 Maret 2013
Hari itu aku datang lebih pagi dari biasanya. Suasana sekolah masih lengang, mungkin masih terbawa suasana libur sehari kemarin. Saat aku membuka pintu kelas yang setengah terbuka, di dalam sudah ada 2 temanku, sebut saja S(cewek) dan J(cowok). Sebenarnya aku tidak terlalu memperhatikan kondisi kelas. Tapi setelah aku menaruh sepatuku di rak, aku mencium aroma yang kurang sedap. Kemudian S berkata, di beberapa sudut kelas ada kotoran tikus yang berceceran. Aku melihat tempat yang ditunjuk S dan benar saja. Tepat di samping mejaku. Lalu J menunjuk ke arah plafon kelas. Ada sebuah lubang besar berukuran sekitar 40 cm. Sesuatu telah mengobrak-abrik kelas kami. Sepertinya seekor tikus. Tikus yang sangat besar tentunya. Karena tidak tau harus berbuat apa, kami bertiga hanya diam sambil menduga sebesar apa tikus yang berkunjung ke kelas kami saat liburan kemarin.
Tidak lama kemudian, ketua kelas kami datang-sebut saja G-. J langsung saja menunjukkan kondisi kelas kami. G pikir, tidak mungkin seekor tikus bisa melubangi plafon sebesar itu. Mungkin kucing, pikirnya. Tapi, barang bukti -berupa kotoran- di lokasi kejadian tidak menunjukkan bahwa itu milik seekor kucing. Dan kalaupun benar, bagaimana bisa kucing itu tinggal di atas plafon? Sementara selama ini banyak sekali kucing berkeliaran di lingkungan sekolah dan jarang sekali dijumpai ada kucing yang memanjat di atas genteng. Tanpa pikir panjang, G yang notabene ketua kelas yang baik dan benar segera membuang bongkahan plafon dan kotoran yang jatuh dari atas genteng.
Beberapa saat kemudian, G selesai menyapu dan kembali ke dalam kelas. Kalau di pikir-pikir, bisa jadi makhluk itu belum keluar, karena jendela dan pintu kelas dalam kondisi tertutup rapat saat orang pertama datang. Tapi dimana "dia"? Dan sekali lagi, ketua kelas berasumsi bahwa itu ulah seekor kucing. Dengan sebuah sapu ditangan kanannya, ia berjalan ke belakang kelas, diikuti olehku, S dan J. Aku masih tidak setuju dengan asumsinya, karena teringat kembali barang bukti yang ada. Dan tanpa di duga, ketua kelas mengacungkan ujung sapu ke sudut belakang kelas, tepatnya diatas sebuah meja dekat jendela. Sekali lagi, ketua kelas meyakinkan bahwa itu kucing. Dia berbulu abu-abu, hampir hitam. Masih meringkuk dengan pulasnya dibalik korden berwarna peach kelas kami. Aku langsung saja mendekat hingga jarakku dengan 'tersangka' tinggal 2 m. Dengan seksama aku perhatikan bentuk tubuhnya. Rupanya ekornya panjang, cukup panjang untuk seekor kucing. Dan setelah aku perhatikan baik-baik, bentuk mulutnya... aku yakin. Itu bukan kucing. Itu musang!!! Kami semua terkejut tentu saja. Bagaimana bisa dia masuk melalui plafon? Tanpa pikir panjang, sang ketua kelas maju beberapa langkah dan mengacungkan lagi sapu ditangannya. Mencoba meyakinkan apa dia masih hidup atau tidak. Mengingat tidak ada yang tau kapan dia datang. Mungkin saja dia mati kelaparan karena belum makan selama sehari? Tapi ketua kelas kami salah. Ia justru terbangun dan terkejut melihat kami. Langsung saja ia melompat ke atas jendela, berlari kesana kemari di atas 'gantungan' korden hingga beberapa bagian korden kelas kami lepas. Melihat musang itu menjadi liar, kami bergerak mundur teratur -lari lebih tepatnya-. J yang awalnya seperti benar-benar berani menghadapi makhluk itu justru paling cepat melompat menjauh. Aku berlari keluar kelas dan bersembunyi di balik pintu,  S berlari ke belakang meja guru sementara G masih di belakang kelas dengan senjata ditangannya -sapu-. Musang itu terus berlari dijendela dari belakang ke depan kelas kami, berputar-putar terus tanpa henti. Sesekali ia terpeleset dan jatuh di atas meja. Hingga akhirnya, satu persatu penghuni kelas kami yang lain datang sambil berkata "ada apa?". Entah sudah berapa kali kami menjelaskan apa yang terjadi tiap kali ada murid yang datang. Ada beberapa dari mereka yang malah menerobos masuk kelas karena penasaran. Bukan hanya dari kelasku, tapi penghuni kelas lain pun ikut bergerombol melihat kerumunan siswa depan kelasku.
Tidak ada yang berani menangkap binatang liar itu, sehingga kami membiarkannya berlarian terus. Bahkan, J masih sempat browsing di internet berapa harga musang itu, apa makannya dan bagaimana cara menangkapnya. Tangannya terus menerus memegang i-Phonenya dan menyorotkan kamera pada musang itu. Banyak diantara kami yang menyarankan untuk membiarkan musang itu berkeliaran di kelas hingga guru kimia kami -yang terkenal sangat rajin- datang. Sebenarnya aku setuju, tapi kasihan juga melihat musang itu.
Akhirnya, bel masuk pun berdering dan guru kimia kami datang dengan wajah bingung melihat kerumunan di depan kelas. Sekali lagi, kami menjelaskan apa yang terjadi. Akhirnya, beliau menyarankan ketua kelasku untuk memanggil petugas kebersihan sekolahku untuk menangkapnya. Tapi, orang yang kami cari tidak ada. Dia kembali sambil membawa sebuah papan,  kontainer yang berlubang-lubang dan sesisir pisang. Dengan ragu, G dan temanku yang lain, R berjalan ke belakang dan menangkap musang yang mulai kelelahan itu dengan kontainer lalu mengurungnya. Berhasil. Musang itu akhirnya terkurung di dalamnya dengan sesisir pisang. Kami berhasil menangkapnya, dan berhasil membuang waktu pelajaran kimia kami. Walaupun sebenarnya masih tersisa sekitar 20 menit, tapi setidaknya lumayan ^^.
TBC...